Model Tahapan Evolusi Pengembangan E-Government

Kerangka berfikir yang disediakan oleh pendekatan ini masih sangat berguna terutama bagi penstudi awal untuk mengidentifikasi the state of e-government project. Model tahapan evaluasi atau perkembangan e-government masih relevan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: “sudah sampai tahap mana penerapan e-government?” Catatan penting tentu saja diarahkan bagi akademisi yang seirus mendalami topik ini untuk harus selalu melengkapi diri dengan kesadaran kritis akan kelemahan-kelemahan pendakatan evolusieoner ini agar tidak terjebak pada penerimaan asumsi apriori. Meski demikian, bagi penstudi awal, model evolusi e-government ini bisa menjadi jembatan awal untuk mendeskripsikan fenomena penggunaan ICT dalam proses pemerintahan. Beberapa model kerangka tahapan e-government (the stages of e-government) seperti model Layne & Lee, model Hiller & Bellanger, model united nations, model world bank, model Fietkiewicz, Mainka, & Stock.

Dalam memahami konsep e-government adalah melalui suatu instrumen yang menggambarkan step-by-step atau tahapan-tahapan yang bersifat evolusioner. Artinya instrumen ini akan memberitahukan sudah pada tahapan mana penggunaan ICT dalam proses pemerintahan. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang cukup populer dalam khazanah literatur studi e-government di mana banyak tulisan yang kemudian mencoba untuk menentukan sudah pada tahapan mana penggunaan ICT oleh pemerintah telah berjalan. Instrument ini juga tidak jarang dipergunakan sebagai basis evaluasi dari implementasi e-government. Asumsi dari pendekatan evolusioner ini adalah bahwa tahapan e-government melewati garis linier yang progresif dari tahap awal yang paling sederhana menuju tahap akhir yang paling kompleks dan proses evolusi dari program e-government akan melewati tahapan tersebut satu per satu

Model Tahapan E-Government Hiller dan Bellanger (2001)

Model tahapan Hiller dan Bellanger terdiri dari 5 tahapan yaitu Information, Two-way communication, Transaction, Integration dan Political participation.

Model Hiller dan Bellanger Tahapan Evolusi Pengembangan E-Government

1. Information

Tahapan information pada model Hiller & Bellanger hampir mirip dengan model Layne & Lee. Pada tahapan ini aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah terbatas pada menampilkan informasi pada website resmi mereka. Tantangan utama pada tahapan ini adalah memastikan bahwa informasi yang ditampilkan bisa diakses dengan mudah, memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan ketepatan waktu penyampaian.

2. Two-way communication

Two-way communication dimana interaksi sederhana antara pemerintah dan masyarakat mulai ter fasilitasi. Di tahap ini situs-situs pemerintah menyediakan platform bagi masyarakat untuk menyampaikan pesan mereka, misalnya dalam bentuk request/permintaan pelayanan publik. Platform tersebut berisikan blangko-blangko yang bisa diisi dan diubah oleh pengguna/masyarakat. Respons yang diberikan oleh pemerintah tidak melalui platform yang sama namun biasanya dikirim melalui email pengguna masyarakat. 

3. Transaction

Tahap ketiga adalah transaction, di mana interaksi dan transaksi –baik informasi dan uang- ter fasilitasi sepenuhnya secara online melalui platform resmi pemerintah. Pada tahap ini personel tenaga administrasi pemerintah tidak lagi diperlukan, permintaan dan pemberian layanan publik dilakukan melalui platform online.

 4. Integration

Tahap keempat adalah tahap integration. Pada tahap ini semua layanan publik terintegrasi ke dalam satu portal. Masyarakat bisa mengakses layanan apapun karena data-data yang dibutuhkan dalam pengurusan pelayanan telah terintegrasi di antara lembaga-lembaga penyedia pelayanan publik. Tahap integration Hiller & Bellanger ini mirip dengan tahap horizontal integration versi Layne & Lee dimana tingkat keterhubungan antar lembaga publik sudah sangat baik.

5. Political participation

Tahapan terakhir adalah participation yang merujuk pada penyediaan platform bagi masyarakat untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan misalnya terkait dengan voting online, registrasi online dan penyampaian komentar terhadap layanan publik. Memang secara sekilas tahapan ini mirip dengan esensi pada tahap two-way communication, namun Hiller & Bellanger sengaja membuat kategori yang berbeda untuk participation karena mereka menganggap bahwa keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan perlu diberi jaminan keamanan dan privasi, untuk itulah tahapan participation dibedakan dengan two-way communication.


Model Tahapan E-Government Layne dan Lee (2001)

Model evolusi pengembangan e-government yang diformulasi oleh Layne & Lee (2001) ini merupakan model yang banyak dikutip dan digunakan dalam studi evaluasi tahapan e-government. Secara keseluruhan model tahapan e-government yang mereka buat berisikan empat tingkatan yaitu catalouge, transaction, vertical integration dan horizontal integration.

Model Layne dan Lee Tahapan Pengembangan E-Government

1. Catalogue

Pada tingkat pertama, catalouge, penggunaan ICT difokuskan pada memastikan keberadaan pemerintah secara online (focused on establishing an online prescene for the government). Pada tahapan ini yang dilakukan pemerintah adalah menyediakan informasi publik secara online –biasanya melalui website- dan oleh sebab itu maka aktivitas tersebut terlihat seperti pembuatan “katalog”. 

2. Transaction

Naik ke tingkat berikutnya, transaction, di mana pada tahap ini penggunaan ICT telah memungkinkan adanya transaksi antara pemerintah dan masyarakat melalui kanal-kanal elektronik. Transaksi ini bisa berupa pembayaran denda, tagihan, atau lainnya, mekanisme pembaharuan identitas dan lain sebagainya. Intinya ada pada interaksi yang melibatkan transaksi (dalam bentuk informasi, uang dan lainnya) antara pemerintah dan masyarakat.

3. Vertical Integration

Tahapan selanjutnya adalah vertikal integration, yang lebih kompleks daripada tingkat sebelumnya. Pada tahapan ini, integrasi secara vertical merupakan suatu kebutuhan untuk menyinkronisasikan transaksi yang terjadi. Contohnya adalah  pengurusan izin usaha misalnya. Transaksi (informasi) yang dilakukan pada tingkat pemerintah kota mendorong adanya integrasi vertikal antar agensi yang sama pada tingkat provinsi dan nasional agar tercipta kesamaan data. Jadi pengurusan izin hanya dilakukan satu kali pada tingkat pemerintah kota yang datanya akan dimiliki pula oleh pemerintah provinsi dan nasional.

4. Horizontal Integration

Yang terakhir adalah horizontal integration, tingkat yang paling kompleks dalam model Layne & Lee ini mengintegrasikan mekanisme koordinasi antar agensi. Contohnya adalah pendataan penduduk yang dilakukan oleh  Dinas Pencatatan Sipil di tingkat kelurahan, dengan asumsi sudah diterapkannya vertical integration maka data yang sama akan dimiliki oleh pemerintah tingkat kota, provinsi dan nasional. Data yang dimiliki oleh Dinas Pencatatan Sipil ini akan bisa terintegrasi dengan agensi lain, misalnya Komisi Pemilihan Umum atau Badan Pusat Statistik, sehingga tidak ada lagi tumpang tindih data dan beragam versi data dalam skema horizontal integration.


Model Tahapan E-Government United Nations (2008)

Model evolusi e-government yang disusun oleh UN merupakan salah satu model yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan proyek e-government yang dilakukan oleh pemerintah. Model ini terdiri dari lima tahapan yaitu emerging, enhanced, interactive, transactional dan connected.

Model United Nations Tahapan Evolusi Pengembangan E-Government

1. Emerging

Emerging merupakan tahap awal yang hanya terdiri dari tampilan-tampilan dalam website resmi pemerintah yang menginformasikan data-data statis tanpa ada kanal untuk berinteraksi dengan pengguna masyarakat.

2. Enhanced

Enhanced merupakan upgrade dari tahap pertama dengan memuat links atau tautan yang berisi informasi dari pelayanan-pelayanan yang disediakan serta telah memuat berbagai dokumen-dokumen penting seperti regulasi, informasi pelayanan, berita pemerintah dan lain sebagainya.

3. Interactive

Interactive, yaitu tahapan ketiga ketika pemerintah telah menyediakan saluran atau kanal awal untuk melakukan interaksi dengan user atau masyarakat seperti menyediakan formulir yang bisa diunduh dan diisi oleh masyarakat. Pada tahap ini interaksi yang terjadi biasanya hanya satu arah.

4. Transactional

Tahap keempat merupakan upgrade dari tahap ketiga, transactional, di mana interaksi dua arah (two-way interactions) sudah dilakukan antara pemerintah dan masyarakat. Sebagaimana pada model Layne & Lee dan Hiller & Bellanger, tahapan ini mendeskripsikan transaksi pelayanan publik yang difasilitasi sepenuhnya oleh jaringan internet

5. Connected

Connected di mana semua layanan pemerintah terkoneksi ke dalam satu agensi atau badan.  


Model Tahapan E-Government World Bank

Model selanjutnya adalah model sederhana yang dibuat oleh World Bank dalam (Dahlan, 2008). Penekanan model ini ada pada “the nature of communication” dari suatu proyek e-government. Disebut sederhana karena hanya terdiri dari tiga tahapan yakni  publishing informational e-government, interaction responsive e-government dan transaction transactional e-government.

Model World Bank Tahapan Evolusi Pengembangan E-Government

1. Publishing Informational E-Government

Tahap pertama, publishing informational e-government tidak berbeda dengan tahapan awal pada model evolusi lainnya, di mana fitur yang tersedia tidak lebih dari penampilan konten yang berisi informasi pelayanan publik, alamat kantor, nomor telepon kantor dan lain sebagainya. Tidak ada interaksi yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat, peran masyarakat dalam konteks ini adalah sebagai pihak yang pasif menerima informasi publik. Tampilan e-government hampir sama seperti brosur layanan pemerintah yang berbentuk elektronik. 

2. Interaction Responsive E-Government

Tingkat kedua adalah interaction/responsive e-government di mana interaksi sederhana antara pemerintah dan masyarakat mulai terjadi. Tujuan utama dari pembukaan kanal interaksi ini adalah untuk mengurangi frekuensi kunjungan masyarakat ke kantor pelayanan seta mengurangi panggilan telepon yang masuk ke kantor pelayanan. Dengan demikian, maka masyarakat bisa menghemat waktu dan biaya untuk konsultasi pelayanan yang biasanya dilakukan secara fisik atau melalui telepon. Pada tingkat ini, sudah disediakan formulir untuk diunduh, alamat email yang bisa dikontak dan bentuk interaksi lainnya/

3. Transactional E-Government

Tingkatan terakhir adalah transaction/ transactional e-government. Tingkat paling kompleks ini memungkinkan adanya transaksi (informasi dan uang) antara pemerintah dan masyarakat melalui sistem e-government. Sama seperti tahapan pada model yang lainnya di mana masyarakat bisa mengurus perpanjangan surat izin, membayar pajak dan denda serta layanan publik lainnya melalui satu platform electronic.


Model E-Government Fietkiewicz, Mainka, & Stock (2017)

Model Fietkiewicz et al. ini merupakan model yang dikembangkan berdasarkan model-model yang sudah banyak digunakan untuk mendeskripsikan tahapan evolusi/maturitas e-government (misalnya model Hiller & Bellanger, Moon, Layne & Lee dan masih banyak lagi). Setelah melakukan refleksi dan pertimbangan lain terhadap model-model sebelumnya, mereka memformulasikan model mereka sendiri yang terdiri dari lima “pilar” yakni information dissemination (catalogue), communication, transaction, interoperability (integration), dan participation. 

Model Fietkiewicz, Mainka, & Stock   Pengembangan E-Government

Fietkiewicz et al. menggunakan istilah “pilar” karena mereka sependapat dengan Coursey & Norris (2008) yang mengatakan bahwa tahapan dalam evolusi e-government tidak selalu harus linier dan berurutan. Tiap-tiap “tahap” bagi mereka merupakan tahap tersendiri yang terpisah satu sama lain tanpa ada tingkatan hirarki dari tahap “terendah” sampai “tertinggi”. Untuk itulah Fietkiewicz et al. menggunakan istilah “pilar” yang ditujukan utamanya untuk menilai tingkat kedewasaan (maturitas) program e-government, masingmasing pilar tersebut berisikan variabel-variabel yang bisa diukur secara kuantitatif.

1. Catalogue

Pilar pertama adalah information dissemination (catalogue). Penekanan dari pilar pertama ini adalah konten yang dipublikasikan, serta aspek usability dan accessibility dari konten tersebut. Evaluasi atau penilaian pilar pertama harus memperhatikan bahwa konten yang dipublikasikan bisa diakses dan berguna terhadap masyarakat luas. Adapun variabel lengkap dari pilar pertama adalah: 

  • Ketersediaan press release; 
  • Ketersediaan informasi dasar; 
  • Ketersediaan informasi layanan kesehatan; 
  • Ketersediaan informasi politik; 
  • Ketersediaan informasi layanan publik umum; 
  • Ketersediaan formulir layanan publik; 
  • Ketersediaan informasi bagi berbagai kelompok user (kelas, umur, profesi dan lain sebaginya); 
  • Apakah bisa diakses melalui smartphone; 
  • Ketersediaan aplikasi untuk smartphone; 
  • Ketersediaan “push services”; 
  • Ketersediaan informasi dalam bahasa Inggris;
  • Ketersediaan informasi dalam tiga bahasa kelompok imigran terbesar. 

Masing-masing variabel diberikan skor 8.3 dengan total penjumlahan semua variabel maksimal 100.

2. Communication

Pilar kedua, communication, fokus pada komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat di mana saat ini banyak ter fasilitasi melalui media sosial dan web 2.0. Pilar ini melihat dan mengevaluasi penggunaan media sosial dan kanal-kanal  komunikasi lainnya yang digunakan oleh pemerintah. Adapun variabel dari pilar ini adalah: 

  • Penggunaan media sosial; 
  • Ketersediaan opsi temu janji dengan aparat pemerintah melalui website; 
  • Ketersediaan jawaban mengenai pelayanan publik melalui email; 
  • Ketersediaan kanal email; 
  • Ketersediaan fitur untuk memberikan umpan balik dan complain. 

Masing-masing variabel diberikan bobot 20 sehingga total maksimal bobot pada pilar kedua adalah 100

3. Transaction

Pilar ketiga, transaction, yang menitikberatkan pada transaksi finansial dan non finansial melalui sistem e-government. Fietkiewicz et al. menggarisbawahi bahwa hal yang penting dalam pilar ini adalah kepercayaan atau trust dari masyarakat sebagai pengguna. Semakin tinggi kepercayaan masyarakat akan sistem yang dibangun, maka akan semakin efektif e-government yang dijalankan. Selain itu juga aspek kemudahan dalam pengoperasiannya serta kegunaan dari sistem itu juga sangat mempengaruhi pilar transactional dalam e-government. Variabel dalam pilar ini antara lain: 

  • Apakah pengisian formulir secara online bisa dilakukan? 
  • Apakah pembayaran pajak secara online bisa dilakukan? 
  • Apakah pembayaran denda secara online bisa dilakukan? 
  • Apakah pembayaran jasa secara online bisa dilakukan? 
  • Ketersediaan layanan perpustakaan umum;
  • Ketersediaan portal yang terkostumisasi (costumized). 

Masing-masing variabel diberikan bobot 16.6 dan total bobot maksimal pada pilar ketiga ini adalah 100.

4. Integration

Pilar keempat adalah interoperability/integration. Kompleksitas data dan informasi terkadang menjadi halangan terbesar dari sistem e-government, sehingga untuk mengatasi hal tersebut diharapkan sistem yang ada bisa mengintegrasikan layanan yang boleh jadi terdapat pada tingkatan-tingkatan yang berbeda. Misalnya antar pemerintah pusat dan daerah, antar lembaga kementerian dan non kementerian serta antara pemerintah dan non pemerintah. Variabel yang ada pada pilar ini antara lain: 

  • Ketersediaan entry homepage; 
  • Keberadaan koordinasi antar otoritas (software/standar keamanan/intranet/database). 

Masing- masing variabel diberi bobot 50 sehingga total skor maksimal pada pilar ini adalah 100

5. Participation

Pilar terakhir adalah participation, yang merupakan pengembangan dari sistem e-government pada bidang-bidang politik seperti pemberian voting secara online, diskusi publik dan penyerapan partisipasi publik lainnya dalam penyelenggaraan pemerintahan yang difasilitasi melalui sistem e-government. variabel dalam pilar ini antara lain: 

  • Ketersediaan kuisoner online; 
  • Keberadaan forum atau platform untuk memberikan pertanyaan kepada penyedia layanan; 
  • Ketersediaan saluran untuk melakukan pertemuan publik secara online; 
  • Ketersediaan saluran untuk melakukan voting secara online. 

Masing-masing variabel diberikan bobot 25 dengan total skor maksimal 100

Post a Comment

0 Comments